Sejarah BAKPAO

Bakpao merupakan makanan khas Republik Rakyat China (RRC). Makanan
ini berasal dari kata bak dan pao, yang dalam bahasa Chinanya berarti
bak adalah babi dan pao adalah bungkus. Jadi kesimpulannya bakpao
adalah babi yang di bungkus.
Selama ini yang banyak diketahui kata ba’ dalam banyak makanan
dengan awalan ba’ (bakso, bakmi, bakwan, bakpia, bakpao, bacang)
berarti makanan tersebut sebenarnya mengandung babi.
Orang sering memberi kode B1 untuk daging
anjing, dan B2 untuk daging babi. Hanya saja karena di indonesia
mayoritas muslim, maka umumnya mengalami penyesuaian sehingga namanya
tetap sama tetapi isi dari bakpau tersebut tidak hanya daging babi
saja, melainkan daging ayam, kacang hijau, kacang hitam, strawberry,
cokelat, keju dan masih banyak lagi.

Asal-usul bakpau sebenarnya berasal dari Zhuge Liang (181 – 234)
salah satu ahli strategis terbaik China, yang juga sebagai perdana
mentrei, insinyur, ilmuwan, dan penemu legendaris bakpao.
Di zaman tiga negara (sam kok) pernah terjadi pemberontakan
besar-besaran di daerah selatan Tiongkok, perdana mentri Tiongkok saat itu, Zhuge Liang meminta izin kepada kaisarnya, Liu Chan untuk menumpas
pemberontakan di selatan itu, terkenal dengan sebutan “The Southern
Campaign” Suku selatan itu disebut juga “Nanman” atau “orang barbar
dari selatan”. Raja di daerah selatan yang memberontak itu bernama Meng Huo.
Tak lama setelah Liang sampai di daerah selatan itu, Liang sudah
mengalahkan Meng Huo 7 kali dan membebaskannya sampai 7 kali juga,
dimana saat pembebasan ketujuhnya Meng Huo akhirnya menyerah dan
berjanji tidak akan memberontak lagi kepada Shu Guo (saat itu belum ada sebutan Zhong Guo karena Tiongkok masih terpecah menjadi tiga negara: Shu, Wu, Wei).
Sewaktu membebaskan Meng Huo, Zhuge Liang selalu ditentang oleh
jendral-jendralnya: “Kenapa dia dibebaskan? Bagaimana jika dia
memberontak lagi?”, Liang dengan tenang menjawab: “Aku dengan mudah
dapat menangkapnya kembali semudah mengeluarkan tangan dari saku. Kini
aku sedang mengalahkan hatinya.
Zhuge Liang tahu kalau Meng Huo ditangkap lalu dibunuh, akan ada
pengganti Meng Huo lainnya yang akan memimpin pemberontakan ke Shu,
karena itu dia pikir lebih baik membuat pemimpin daerah selatan yang
berpengaruh ini berpihak kepadanya supaya Meng Huo bisa memimpin daerah
selatan untuk setia kepada Shu.

Pada peperangan terakhir yang ketujuh kalinya; Zhuge Liang membuat
Meng Huo masuk ke lembah yang dikelilingi pegunungan Dilembah itu Liang
menaruh kereta pengangkut makanan. Ketika melihat kereta itu, Meng Huo
langsung tertarik dan memimpin pasukannya masuk ke lembah itu.
Setelah pasukan Meng Huo mendekati kereta pengangkut makanan itu,
ternyata kereta itu tidak berisi makanan melainkan bubuk mesiu!
Langsung saja pasukan Shu yang sudah menunggu di kaki gunung memanah
kereta-kereta yang penuh bubuk mesiu itu dengan panah api. Terjadi
ledakan besar-besaran di lembah itu, dan dalam sekejap lembah itu
menjadi lautan api yang menewaskan hampir semua pasukan Meng Huo.
Kemenangan ini tidak membuat Liang senang, ia hanya agak menyesali:
“Jasaku sangat besar kepada negara, namun dosaku juga sangat besar
kepada Surga; semoga Surga berkenan mengampuniku karena aku hanya
menjalankan kewajiban menjaga keamanan negara.” Setelah kejadian ini,
Meng Huo kembali ditangkap pasukan Liang.
Ketika Liang menemui Meng Huo, ia langsung melepaskan ikatan tali
Meng Huo dan berkata: “Silahkan anda pergi lagi dan mempersiapkan
pasukan baru anda untuk bertarung kembali”, mendengar itu Meng Huo
terharu dan berkata: “Tujuh kali tertangkap, tujuh kali juga dibebaskan!
Kejadian seperti ini seharusnya tidak pernah dan tidak akan
terjadi!! Meskipun aku tidak punya adat istiadat, aku masih punya
upacara keagamaan yang masih menjunjung etika. Tidak, aku tidak sehina
itu! Setelah kejadian ini, suku selatan tidak pernah memberontak lagi
kepada Shu
Ketika dalam perjalanan akan kembali ke Cheng Du (ibu kota Shu),
Zhuge Liang harus melewati sungai besar. Di sungai itu Liang tertahan
karena selalu saja ada gelombang besar dan badai ketika pasukan Shu
akan menyeberang. Zhuge Liang kemudian meminta pendapat Meng Huo yang
ikut mengantar Liang dan Meng Huo berkata: “Sejak zaman nenek moyang
kami, orang yang ingin melewati sungai itu harus melemparkan 50 kepala
manusia untuk persembahan kepada roh sungai.”
Karena Liang tidak mau membuat pertumpahan darah lagi,ia membuat
kue yang menyerupai kepala manusia: bulat namun rata didasarnya, dan
kue ini tidak lain adalah bakpao (baozi). Huruf mandarin mantao
sebenarnya berasal dari kata  kepala orang barbar, dan Mantou itu
sendiri adalah sejenis bakpao namun tidak ada isi dagingnya.

0 komentar:

Posting Komentar